just for my mom

“..Mama, mama, you know I love you. Mama, mama you’re the queen of my heart. Mama, I just want you to know. Loving you is like food tomy soul…”

A Song for Mama – Boyz to Men

Mungkin ini terdengar kejam, tapi aku baru menyadari makna lagu ini ketika aku lulus SMA. Oke, aku punya Mama sejak aku lahir. Mungkin sejak dalam kandungan pun aku menyadari aku punya seseorang yang bertanggung jawab atas keberadaanku di dunia ini. Mamaku. Aku sayang padanya. Tentu saja. Tapi benarkah aku sungguh peduli akan keberadaannya? Sayangnya, tidak sejak aku dilahirkan ke dunia ini aku mengerti pentingnya memerhatikan Mamaku. Sebut aku tidak beruntung, karena baru sejak mau masuk kuliah aku benar-benar merasakan kebutuhan akan sosok Ibu.

Masih ingat sama lagu ”Cintaku dibagi dua. Sayangku dibagi dua. Satu untuk Papa. Satu untuk Mama…”? Aku lupa siapa penyanyi cilik yang menyanyikan lagu itu dengan centilnya. Tapi waktu aku masih cilik (dan centil), aku tidak setuju dengan lagu itu. Aku merasa kalau cinta dan sayangku dibagi dua, papaku berhak dapat satu setengah bagiannya. Itu juga sedikit terpaksa. Kalau bisa, aku ingin kasih semua cinta dan sayang hanya untuk Papa. Tapi itu pasti akan menjadi sangat tidak adil untuk Mama. Toh, dia yang selama ini masakin makanan buat aku, ajak aku ke Mall waktu dia gajian, beliin makanan ringan waktu aku ikut dia ke pasar, and kissing me goodnight every single night hanya supaya aku tidak merengek untuk tidur bareng dia (aku mendapat perlakuan tidak begitu menyenangkan dari kakakku yang waktu masih kecil sangat hiperaktif dan menjadikanku sebagai sasaran masa kecilnya yang nakal. Hehe.). Jadi setidaknya Mama layak dapat penghargaan. Setengah dari dua bagian cintaku aku persembahkan untuknya.

Waktu berlalu, aku tumbuh menjadi gadis yang sangat dimanja oleh Papa. Ya, semua orang bisa lihat dari pandangan pertama, aku ini tipe gadis-kecil-ayah yang ke mana-mana dibawa dan diturutin kemauannya. Mungkin si Abang dan si Kakak yang selama ini paling jengkel karena selalu dinomorduakan. Aku selalu jadi prioritas buat Papa. Kalau aku dan saudara-saudaraku juga punya keinginan, bukan hal luar biasa jika Papa selalu penuhi keinginanku duluan. Betapa pun keinginan itu tidak terlalu penting dan cenderung egois.

Di mana posisi Mama kalau begitu? Mama adalah orang pertama yang jadi subjek penerima ”surat-surat” permohonanku. Dia adalah pribadi yang pertama kali kudatangi ketika aku punya daftar permintaan. I don’t know, somehow aku sangat menghayati bahwa dialah yang pegang otoritas di rumah. Dan seringnya, dia menolak permohonanku. Daftar permintaanku dibiarkan saja di meja dapur atau dijadikan alas ketika dia memotong cabe atau bawang atau sejenisnya.

Sebagai putri bungsu yang sedikit keras kepala, aku tidak kehilangan akal begitu saja. Beruntunglah aku karena selalu punya Papa yang senantiasa menerima proposal permohonanku. Tak pernah ia abaikan daftar permintaanku. Selalu dia tersenyum, membuka tangan dan hati untuk mendengarkan apa yang menjadi kemauanku untuk dikabulkan. Aku pun tumbuh jadi gadis yang dimanjakan. Prinsipku cuma satu waktu itu: I get what I want. Always.

Memasuki SMA aku mulai diingatkan Tuhan akan pentingnya Mamaku. Konyol memang. Sejak aku lahir kan dia bersamaku. Mamaku mulai ikut pelayanan di gereja. Dia selalu ingatkan tentang firman Tuhan padaku. Apalagi kalau aku (menuju) bandel, Mama pasti tidak segan-segan mengutip bagian Alkitab, yang saat itu malah bikin aku menganggap dia sok suci.

Aku pernah bikin Mama nangis. Tiap kali inget kejadian itu, dadaku sesak dan mataku pasti berair. Aku lupa apa pemicunya. Tapi yang jelas waktu itu aku yang salah dan tetep ngotot. Mungkin karena Mama ga tahan melihat perlawananku, dia nangis. Semua anggota keluarga terdiam. Aku masuk kamar dan mengunci pintu. Baru keluar pas makan malam.

Waktu tahu aku diterima kuliah di Bandung (keluarga kami sama polosnya dengan keluarga lain yang menganggap Unpad itu ada di Bandung), Papaku khawatir sekali aku gak bisa jaga diri. Tiap hari dia nanya, ”Gimanalah nanti Tina kalau gak ada Mama sama Papa.” Aku mencoba menenangkannya. Tapi Mamaku, tak sedikit pun dia khawatir gadis kecilnya ini akan melanglang buana ke pulau seberang. Awalnya aku risih, merasa tidak dipedulikan. Namun pernyataan Mama bikin aku merinding waktu mendengarnya dan mungkin untuk pertama kalinya menaruh kekaguman luar biasa padanya. Dia bilang, ”Kenapa Mama harus khawatir? Kan ada Tuhan yang bakal jagain Tina. Mama sih cuma bisa berdoa biar Tuhan yang pimpin langkah Tina di sana. Mama percaya sama Tuhan. Mama juga percaya Tina bisa jaga diri.”

Waktu itu aku tidak percaya sama Tuhan. Aku tahu Tuhan itu ada tapi aku tidak yakin Dia ada buatku. Bersyukur sekali Tuhan pakai Mamaku untuk mengingatkan Tuhan itu benar-benar ada dan menyertai aku. Itu yang menguatkan tekadku untuk keluar dari rumah dan menyongsong masa depanku di Unpad (tsahhh…)

Mama tidak pernah protes kalau keluarganya lupa mengucapkan ulang tahun pada tanggal 22 Agustus. Tapi dia pasti bertanya-tanya jika suami dan anak-anaknya tidak mengatakan sesuatu pada 22 Desember. Jauh di lubuk hatinya, ia ingin dikenang sebagai ibu yang baik dan berdedikasi. Mamaku sangat sangat pantas mendapatkannya. Tidak ada keraguan sama sekali untuk itu.

Mamaku memang bukan ibu rumah tangga yang ada di rumah 24 jam sehari, 7 hari seminggu untuk mengurus suami dan anak-anaknya. Tapi aku tahu sebagian besar dari waktunya didedikasikan buat suami dan dan anak-anaknya. Mendoakan dan memberi dukungan bagi keluarga jadi prioritas bagi Mama.

Mamaku juga bukan wanita karir yang sukses dalam pekerjaan yang dianggap berkelas oleh orang-orang di luar sana. Tapi aku tahu, dalam setiap yang dikerjakannya ia berikan hati untuk melayani. Mungkin Mamaku adalah satu dari sedikit PNS yang selalu ontime datang ke kantor dan tidak pernah bolos meski kesempatan untuk mangkir selalu ada.

Mamaku memang bukan pendeta yang selalu punya jawaban atas setiap pergumulan yang kuceritakan padanya. Tapi aku tahu, aku selalu ada dalam doanya. Mama juga bukan ibu-ibu gaul yang tahu tentang perkembangan zaman yang canggih ini. Tapi aku bersyukur karena ia mengerti kebutuhan-kebutuhan kuliahku dan mengusahakan yang terbaik untukku.

Untuk Mamaku yang sangat mengasihiku dan telah menjalankan tanggung jawabnya sebagai super Mom dengan baik: terima kasih untuk semuanya. Terima kasih karena telah menjadi dirimu, Mama yang membuatku menyadari kebenaran firman Tuhan dalam Amsal 31 nyata padamu. Aku bersyukur pada Tuhan tiap hari dalam hidupku untuk Mama sepertimu 🙂

**Terima kasih karena sudah menyadari bahwa aku sangat mencintaimu, Mam.
Sini aku pelukkkkkkkkk… Haha..
**16/1/10 1:47 AM

Satu pemikiran pada “just for my mom

Tinggalkan komentar